Jumlah penderita talasemia di Indonesia kian meningkat. Sayangnya,
banyak masyarakat yang belum memahami penyakit kelainan darah keturunan
itu.
Apakah Talasemia itu?
Talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari
rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan
rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang
pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.
Pada penderita talasemia karena sel darah merahnya ada kerusakan
(bentuknya tidak normal, cepat rusak, kemampuan membawa oksigennya
menurun) maka tubuh penderita talasemia akan kekurangan oksigen, menjadi
pucat, lemah, letih, sesak dan sangat membutuhkan pertolongan yaitu
pemberian transfusi darah. Bila tidak segera ditransfusi bisa berakibat
fatal, bisa meninggal.
Setelah ditransfusi, penderita talasemia menjadi segar kembali. Kemudian
darah yang sudah ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur
lagi. Kembali terulang penderita kekurangan oksigen, timbul gejala
lagi, perlu transfusi lagi, demikian berulang-ulang seumur hidup.
Anak
penderita talasemia kadang sudah mulai ditransfusi pada awal-awal
kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan terganggu, pucat, lemah. Mukanya
menjadi tidak normal, hidung menjadi pesek, mata menjauh karena
pertumbuhan tulang tengkorak terganggu, mukanya khas yang di dunia
kedokteran dikenal sebagai muka (facies) Cooley. Perut membuncit karena
limpa, hati membesar, bahkan kadang-kadang perlu limpanya diangkat
karena membesar tadi.
Apakah Talasemia bisa disembuhkan?
Peluang untuk sembuh dari talasemia memang
masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan
donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia
memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur
untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani
pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati talasemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell).
Indonesia Risiko Tinggi
Indonesia termasuk kelompok negara yang
berisiko tinggi talasemia. Prevalensi talasemia bawaan atau carrier
di Indonesia sekitar 3,8 persen. Dengan perkiraan persentase
talasemia 5 persen, dan angka kelahiran 23 per 1.000 penduduk,
diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita talasemia lahir di
Indonesia setiap tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2007 menunjukkan prevalensi talasemia nasional 0,1 persen. Enam
provinsi yang menunjukkan prevalensi talasemia lebih tinggi dari
prevalensi nasional yaitu Aceh 13,4 persen, Jakarta 12,3 persen,
Sumatera Selatan 5,4 persen, Gorontalo 3,1 persen, dan Kepulauan Riau
3 persen.
Talasemia tidak menular dan dapat dicegah
Talasemia
bukan penyakit menular, tapi dapat dicegah. Mengapa dapat dicegah?
Karena penderita talasemia dilahirkan dari ibu dan ayah pembawa sifat
talasemia, kedua orang tua tersebut normal-normal saja tidak menunjukan
gejala talasemia sedikitpun.
Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Meski penyakit keturunan, bukan berarti
penderita talasemia harus dijauhi. Para pembawa sifat talasemia masih
dapat menikah dan memiliki keturunan yang normal, asalkan tidak
berpasangan dengan sesama pembawa sifat talasemia. Karena itu konseling pranikah dan tes genetik
disarankan pada keluarga yang mempunyai riwayat talasemia.
Mereka yang menderita talasemia umumnya
tidak berumur panjang. Namun, bukan berarti tidak ada yang tetap
aktif di usia lanjut. Salah satunya adalah penulis terkemuka
Indonesia, Pipiet Senja. Ia penyandang talasemia yang kini masih
sehat dan produktif di usianya yang ke-60. Banyak penderita talasemia hidup normal yang sudah tumbuh dewasa, berkerja dan menikah.
Jadi buat para penderita Talasemia harus tetap semangat ya.. Keep fight...!!!!
*Didedikasikan buat pasien-pasienku penderita talasemia di RSSA dan semua penderita talasemia di Indonesia*
sources:
http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia
http://www.news-medical.net/health/Thalassemia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar