Laman

Sabtu, 07 Juli 2012

Mengenal Talasemia

Jumlah penderita talasemia di Indonesia kian meningkat. Sayangnya, banyak masyarakat yang belum memahami penyakit kelainan darah keturunan itu.
Apakah Talasemia itu?
Talasemia terjadi kelainan pada gen-gen yang mengatur pembentukan dari rantai globin sehingga produksinya terganggu. Gangguan dari pembentukan rantai globin ini akan mengakibatkan kerusakan pada sel darah merah yang pada akhirnya akan menimbulkan pecahnya sel darah tersebut.

Pada penderita talasemia karena sel darah merahnya ada kerusakan (bentuknya tidak normal, cepat rusak, kemampuan membawa oksigennya menurun) maka tubuh penderita talasemia akan kekurangan oksigen, menjadi pucat, lemah, letih, sesak dan sangat membutuhkan pertolongan yaitu pemberian transfusi darah. Bila tidak segera ditransfusi bisa berakibat fatal, bisa meninggal.
Setelah ditransfusi, penderita talasemia menjadi segar kembali. Kemudian darah yang sudah ditransfusikan tadi setelah beberapa waktu akan hancur lagi. Kembali terulang penderita kekurangan oksigen, timbul gejala lagi, perlu transfusi lagi, demikian berulang-ulang seumur hidup.
Anak penderita talasemia kadang sudah mulai ditransfusi pada awal-awal kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan terganggu, pucat, lemah. Mukanya menjadi tidak normal, hidung menjadi pesek, mata menjauh karena pertumbuhan tulang tengkorak terganggu, mukanya khas yang di dunia kedokteran dikenal sebagai muka (facies) Cooley. Perut membuncit karena limpa, hati membesar, bahkan kadang-kadang perlu limpanya diangkat karena membesar tadi.

Apakah Talasemia bisa disembuhkan?
Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup, penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talesemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam tubuh. Dua cara yang dapat ditempuh untuk mengobati talasemia adalah transplantasi sumsum tulang belakang dan teknologi sel punca (stem cell).
Indonesia Risiko Tinggi
Indonesia termasuk kelompok negara yang berisiko tinggi talasemia. Prevalensi talasemia bawaan atau carrier di Indonesia sekitar 3,8 persen. Dengan perkiraan persentase talasemia 5 persen, dan angka kelahiran 23 per 1.000 penduduk, diperkirakan ada sekitar 3.000 bayi penderita talasemia lahir di Indonesia setiap tahun. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menunjukkan prevalensi talasemia nasional 0,1 persen. Enam provinsi yang menunjukkan prevalensi talasemia lebih tinggi dari prevalensi nasional yaitu Aceh 13,4 persen, Jakarta 12,3 persen, Sumatera Selatan 5,4 persen, Gorontalo 3,1 persen, dan Kepulauan Riau 3 persen.

Talasemia tidak menular dan dapat dicegah
Talasemia bukan penyakit menular, tapi dapat dicegah. Mengapa dapat dicegah? Karena penderita talasemia dilahirkan dari ibu dan ayah pembawa sifat talasemia, kedua orang tua tersebut normal-normal saja tidak menunjukan gejala talasemia sedikitpun.
Enam sampai sepuluh dari setiap 100 orang Indonesia membawa gen penyakit ini. Kalau sepasang dari mereka menikah, kemungkinan untuk mempunyai anak penderita talasemia berat adalah 25%, 50% menjadi pembawa sifat (carrier) talasemia, dan 25% kemungkinan bebas talasemia. Sebagian besar penderita talasemia adalah anak-anak usia 0 hingga 18 tahun.
Meski penyakit keturunan, bukan berarti penderita talasemia harus dijauhi. Para pembawa sifat talasemia masih dapat menikah dan memiliki keturunan yang normal, asalkan tidak berpasangan dengan sesama pembawa sifat talasemia. Karena itu konseling pranikah dan tes genetik disarankan pada keluarga yang mempunyai riwayat talasemia.
Mereka yang menderita talasemia umumnya tidak berumur panjang. Namun, bukan berarti tidak ada yang tetap aktif di usia lanjut. Salah satunya adalah penulis terkemuka Indonesia, Pipiet Senja. Ia penyandang talasemia yang kini masih sehat dan produktif di usianya yang ke-60. Banyak penderita talasemia hidup normal yang sudah tumbuh dewasa, berkerja dan menikah.
Jadi buat para penderita Talasemia harus tetap semangat ya.. Keep fight...!!!!

*Didedikasikan buat pasien-pasienku penderita talasemia di RSSA dan semua penderita talasemia di Indonesia*
sources:
http://id.wikipedia.org/wiki/Talasemia
http://www.news-medical.net/health/Thalassemia




Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar